Rabu, 16 Desember 2015

EMBUNG BATARA SRITEN Terpesona oleh Sang Batara, Telaga Buatan Tertinggi di Jogja

Jalanan menanjak serta berliku-liku menuju Pegunungan Baturagung Utara bikin saya tidak henti-hentinya menahan nafas, tegang. Terutama saat mendadak kendaraan kami berhenti di dalam tanjakan curam serta panjang. Jalanan cor blok yang mulai rusak, berlanjut dengan jalanan berbatu kapur lebih kurang selama 5, 5 km. mengantarkan Perlindungan Asuransi Kesehatan menuju dataran paling tinggi di Kabupaten Gunungkidul. Saya baru dapat bernafas lega saat kendaraan sudah meraih tanah datar yang tertutup conblock, ruang tempat parkir di ketinggian kian lebih 800 Mdpl. Suatu telaga buatan yang tidak terlampau besar dengan kemampuan seputar 10 ribu mtr. kubik tersaji di depan mata, dikelilingi pagar besi rendah serta jalan conblock di tepinya. 

Lokasi pegunungan Baturagung Utara tidak jauh tidak sama dengan lokasi kabupaten Gunungkidul yang lain, berbentuk pegunungan karst tandus serta kerapkali dirundung kekeringan saat kemarau tiba. Pembangunan retention basin yang di kenal dengan nama Embung Batara Sriten juga dikira juga sebagai jalan keluar untuk menghindar kelangkaan air sekalian meningkatkan lokasi agrowisata buah di sekelilingnya, dengan memakai air hujan yang ditampung di musim penghujan. Baca Juga : Tempat Wisata di Garut

Pertama kalinya mendengar namanya, terlintas sosok-sosok batara atau dewa-dewi yang tinggal di kayangan dalam kisah-kisah pewayangan. Awalannya saya menerka, tempat embung yang tidak umum di dataran tinggi digambarkan seperti surgaloka tempat dewa dewi bertakhta. Tetapi nyatanya, sebutan Embung Batara Sriten diberikan lantaran tempat embung ini ada di Pegunungan Baturagung Utara yang lalu disingkat jadi Batara, tepatnya di lokasi Padukuhan Sriten. 

Angin tidak henti-hentinya berhembus membawa udara dingin khas pegunungan saat Perlindungan Asuransi Kesehatan menelusuri pinggir embung. Dari jarak sedekat ini bisa tampak susunan tidak tebal geo membran yang dipakai dalam tehnik pembuatan Embung Batara Sriten. Lantaran susunan tidak tebal yang mirip plastik hitam inilah, Embung Batara Sriten tidak dipakai untuk pelihara ikan. Karena kehadiran ikan-ikan bakal mengakibatkan kerusakan susunan tipisnya. Sampai pada akhirnya Embung Batara Sriten cuma ditempati oleh berudu-berudu yang tampak asik berenang di air yang berwarna biru kehijauan. 

Nikmati indahnya pemandangan Embung Batara Sriten dapat dikerjakan dalam beragam langkah. Seperti sekedar duduk di gazebo-gazebo atau pendopo di seputar embung sembari rasakan hembusan angin yang terus dingin, walau matahari tengah bercahaya penuh semangat. Dapat pula sembari menyesap segarnya satu gelas es teh atau enaknya secangkir kopi tubruk di warung-warung kaki lima yang tidak jauh dari embung. Coba teduhnya naungan pohon ikonik di Embung Batara Sriten, dalam ayunan hammock seperti yang Perlindungan Asuransi Kesehatan kerjakan juga jadi satu diantara pilihan mengasyikkan. 

Sesaat yang lain masih tetap kagum dengan keindahan pemandangan telaga buatan dan terbuai sejuknya hawa pegunungan, dataran yang lebih tinggi di segi timur menggoda saya untuk mengeksplorasi. Puncak Tugu Magir, begitulah puncak di segi timur ini dimaksud. Puncak paling tinggi di Pegunungan Baturagung Utara sekalian puncak paling tinggi di Kabupaten Gunungkidul. Di sinilah tempat beberapa penjelajah dirgantara coba meningkatkan parasut paralayang dari ketinggian 859 Mdpl. Ditempat ini juga ada makam tiban yang diakui masyarakat setempat juga sebagai petilasan Syeh Wali Jati, seseorang kerabat Sultan pada masanya. 

Puncak Tugu Magir menyuguhkan panorama 360 derajat wilayah-wilayah di sekelilingnya yang berlokasi lebih rendah. Sejauh mata melihat bisa tampak landscape Kota Klaten dengan Rawa Jombor, Kota Jogja dengan Merapi nan gagah, jejeran pegunungan Gunungkidul sampai berlanjut ke lokasi Wonogiri yang tertutup kabut tidak tebal. Dari puncak ini juga kita dapat melihat sinar pertama matahari memulai hari, juga saat-saat ia kembali pulang ke peraduan. Perlindungan Asuransi Kesehatan bertandang saat cuaca cukup cerah melalui tengah hari, hingga kami tidak bisa melihat saat-saat matahari nampak dari balik kabut tidak tebal yang seakan seperti awan-awan berarakan. Tetapi Perlindungan Asuransi Kesehatan memperoleh peluang untuk melihat saat-saat ia perlahan-lahan mulai menghilang, menyelusup dibalik cakrawala sesudah sepanjang hari bercahaya cukup garang. Lihat juga : jogja bay

Saat kami beranjak menuruni Puncak Tugu Magir serta meraih pinggir embung, langit telah makin gelap walau sisa-sisa semburat merah masih tetap terlukis di langit barat. Nada adzan maghrib mulai terdengar bersahutan dari kejauhan, juga sebagai sinyal telah waktunya kami pulang. Seperti sebagian orang yang keduanya sama tidak ada niatan untuk camping di lokasi Embung Batara Sriten. Perjalanan pulang juga sama menegangkannya seperti waktu kami datang, menyusuri jalanan alami penurunan curam dengan penerangan yang terbatas dari lampu kendaraan. Rem kendaraan mesti di pastikan dalam situasi maksimal waktu menuruni jalanan pulang, terlebih untuk pemakai kendaraan matic yang sesungguhnya tidak disarankan untuk dipakai menuju Embung Batara Sriten. Tidak ada engine brake pada motor matic bikin pengemudi cuma dapat memercayakan rem, hingga lebih gampang bikin motor matic alami over heating pada disc brake. Rasa lega baru penuhi rongga dada waktu roda-roda kendaraan kami sudah melaju di jalanan mulus beraspal, di waktu langit telah betul-betul pekat dengan pendar sinar bln. nan pucat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar